Lanjutan dari :
***
Dari Manchester kami menuju ke Liverpool, kota pelabuhan di pantai barat-laut Inggris. Liverpool adalah ibukota Merseyside. Populasinya sebanding dengan Edinburgh, sekitar 460 ribu jiwa. Namun bangunan-bangunan di Kota Liverpool lebih modern dan gede-gede dibanding Edinburgh.
Penduduk Liverpool disebut Liverpudlians, tapi dikenal juga dengan Scousers, dialek bahasa inggrisnya sangat khas. Kalau anda pernah menonton Liga Inggris dan komentatornya adalah Jamie Carragher atau Steven Gerrard, akan sangat terasa aksen Scousernya. Aksennya tak kalah unik dengan aksen Scottish di Edinburgh.

Dari Mancheser Piccadilly, kami naik train dan turun di Liverpool Lime Station. DI Stasiun ini kami menitipkan tas agar tak merepotkan selama kelilin kota. Di sebuah sudut counter left baggage kami menitipkannya.
Keluar dari stasiun kami menyeberang menuju ke museum. Museumnya masih sepi dipagi hari. Bagusnyanya museum ini karena menyediakan tempat penitipan tas, otomatis kami yang membawa tas punggung lumayan berat bisa bernafas dulu disini, sambil melihat-lihat koleksi lukisan yang indah-indah.
MUSEUM
Tampak sekumpulan anak sekolah seumuran SD berbaris di lantai dua menunggu instruksi untuk berkeliling. Setiap anak dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil, terdiri dari 6-7 orang yang ditemani seorang pemandu. Pemandunya juga serius menjelaskan satu persatu koleksi kepada kumpulan anak-anak tersebut. Yang belum mendapatkan pemandu dikumpulkan untuk diajak melukis. Senang melihat anak-anak kecil sudah di ajarkan sejarah dan mencintai seni sejak kecil.
Selesai berkeliling museum kami mencari jalan menuju ke Anfield stadium. Ternyata tak sulit, tak jauh dari stasiun ada terminal bis utama, dari sana kami mencari bis menuju ke Anfield Road., dan enaknya kata mbak-mbak yang jaga dari Anfield Stadium kita bisa jalan kaki menuju Goodison Park, stadionnya everton, klub kebanggaan warga Merseyside juga.
ANFIELD STADIUM, LIVERPOOL FC

Turun dari Bis, kami langsung bisa melihat Anfield Stadium. Stadionnya persis berada dipinggir jalan yang dilewati bis. Tak seperti Old Trafford yang agak berjarak dari jalan, Anfield Stadium dipinggir jalan banget. Saya berpikir awalnya ini bukan bagian depan stadion, tapi ternyata saya salah. Didepan Anfield stadium berdiri dengan tangan terbuka, pelatih kebanggan Liverpool Bob Pasley, satu-satunya pelatih yang pernah merebut tiga kali Champions League (sebelum Carlo Ancelotti bergabung dengannya tahun ini). Om Bob Pasley inilah yang membawa kejayaan Liverpool di era tahun 70-an, berturut-turut dia menyumbangkan mahkota champions League kepada Liverpool.
Saya tak sempat masuk stadion, maklumlah bukan fans dan sayang duitnya, hehehe, jadi berfoto dari luar cukuplah. Kami jalan-jalan juga melihat merchandise yang dijual ditokonya, beberapa orang Asia nampak memborong kaos dan accessories, mereka pasti fans berat, dan teman-temannya di negaranya masing-masing adalah fans berat juga, dan teman-teman dari temannya mungkin fans berat juga.
Anfield stadium nampak menyatu dengan rumah penduduk sekitar, daerah sekitarnya terkesan sepi, flat-flatnya kecil. Meski bersih, namun kelengangannya membuat saya tak berani tinggal disana.
GOODISON PARK, EVERTON FC

Puas berfoto kami berjalan kaki menuju klub rival Liverpool, Everton. Di jaman kejayaan Liverpool dan Everton, kota Liverpool menjadi kiblat sepakbola Inggris, mereka berganti-gantian menjadi juara liga, mungkin samalah dengan kota Manchester sekarang ini. Matahari mulai agak terik, kami harus membuka jaket. Tak seperti Edinburgh, Liverpool adalah kota yang hangat.
Sekitar 15-20 menit berjalan kaki, kami tiba di Goodison Park. Konon kabarnya, di kota Liverpool sendiri, Everton lebih dicintai dari pada Liverpool, dan mungkin karena itulah Everton menyebut dirinya The People’s Club. Stadionnya sendiri lebih kecil, foto-foto pemain Everton seperti Tim Howard, Coleman dan lain-lain menghiasi bagian depan stadion. Depan stadion menjual accessories dan jersey kebanggaan Everton. Tokonya lebih sepi dari Anfield Store, mungkin hanya kami yang masuk kesana, itupun hanya melihat-lihat, meski reputasinya tak sementereng klub tetangganya, harga merchandisenya sama saja dengan yang dijual di Liverpool FC.
LIVERPOOL PARK

Dari Everton Stadium menuju ke pusat kota kembali, mengambil bis dari depan Goodison park. Di taman yang indah ini kami menghabiskan waktu beberapa jam menikmati taman indah yang berhias patung-patung disekelilingnya, sambil bersantai, merpati-merpati datang menghampiri dan berebut makanan yang dilempar Gawa, kesannya kayak berada di luar negeri.
ALBERT DOCK dan THE BEATLES MUSEUM

Kami terlalu banyak menghabiskan waktu di Liverpool Park dan lupa untuk mengunjungi tempat lainnya. Dengan sisa 2 jam sebelum pulang kami bergegas dengan cepat menuju ke Albert Dock di pinggir laut Liverpool. Sepanjang perjalanan menuju Albert Dock, para pejalan kaki berseliweran dalam space yang luas. Pusat perbelanjaan dipinggir jalan menawarkan banyak diskon bagi para pemburu pakaian.
Kami akhirnya tiba di Albert Dock. Hembusan angina pantai menjadikan temperature rasanya lebih hangat. Di kawasan Albert Dock terdapat The Beatle Museum. The Beatles memang lahir dari Kota ini. Bandaranya sendiri mengabadikan nama personel The Beatles, John Lennon. Angin laut berhembus kencang di kawasan ini.
Karena tak punya waktu banyak dan mengejar kereta, kami bergegas pulang. Gawa tak bisa diajak kompromi, dia merengek ingin jalan, tapi kami memaksa. Diringi tangisan dan badannya yang meronta di pelukan saya kami setengah berlari ke stasiun. Semoga bisa suatu saat kembali lagi ke Liverpool.
One thought on “Bergegas di Liverpool”