Kali ini saya akan melanjutkan cerita selama training di Malaysia. Saya diundang oleh TNB Malaysia untuk mengikuti training mengenai Power Plant pada tanggal 14-23 Mei 2012, nama programnya adalah Malaysian Technical Cooperation Program – Best Management Practice Power Plant – Malaysian Experience. Para peserta yang hadir berasal dari 13 negara diantaranya Indonesia, Malaysia, Myanmar, Vietnam, Filipina, Laos, Bangladesh, Pakistan, Srilanka, Nepal, Sudan, Uganda, dan Nigeria.

Saya ingin bercerita tentang industri listrik Malaysia. Negara Malaysia terdiri atas dua bagian besar yaitu Malaysia Peninsular (Semenanjung) yang tergabung dalam daratan Asia, dan Malaysia Timur di Pulau Kalimantan. Jumlah pelanggan listrik di Malaysia sekitar 10 juta pelanggan, menjangkau sekitar 99% dari keseluruhan rumah tangga yang ada disana. Bandingkan dengan Indonesia yang jumlah pelanggannya sekitar 43 juta pelanggan yang mencakup 73% dari keseluruhan Rumah Tangga. Total kapasitas pembangkit di Malaysia adalah 24.257 MW, terdiri atas tiga sistem kelistrikan yaitu Semenanjung Malaysia, Sabah dan Sarawak. Permintaan listrik di Malaysia terkonsentrasi di Semenanjung Malaysia, yaitu 90% dari keseluruhan demand di negara tersebut.
Malaysia pernah mengalami pengalaman buruk dengan adanya black out nasional pada tahun 1996, saat itu hampir semua bagian negara Malaysia mati listrik, penyebabnya adalah salah satu pembangkit terbesar keluar dari sistem, sehingga sistem mengalami ketidak seimbangan.
Sebelum adanya kejadian black out nasional di Semenanjung Malaysia, pengelolaan listrik di Malaysia murni monopoli dari Tenaga Nasional Berhad (TNB) , semacam PLNnya kalo di Indonesia. Demi menjaga keberlangsungan industri dan memacu pertumbuhan ekonomi, akhirnya Pemerintah Mahatir Muhamad saat itu membuka kesempatan kepada swasta untuk membangun pembangkit listrik dengan sistem IPP (Independent Power Producer). Saat ini TNB menguasai sekitar 55% dari Kapasitas terpasang listrik di Semenanjung Malaya, akan tetapi grid nasional masih menjadi tanggung jawab dari TNB.
TNB Malaysia masih menguasai jaringan transmisi, distribusi dan retail kepelanggan untuk Peninsular Malaysia, sementara untuk Sabah dikuasai oleh SESB, yang merupakan anak perusahaan TNB Malaysia dan untuk Sarawak dikuasai oleh SEB (perusahaan swasta murni). Meski terletak dalam satu pulau tidak ada interkoneksi antara sabah dan sarawak.
Cadangan Operasi dari sistem kelistrikan Malaysia adalah 30-40%, sangat besar dan sangat andal. Malaysia juga melakukan interkoneksi sistem ke Singapura dan Thailand, saat ini belum ada transfer energi antar negara tersebut, transfer energi hanya dilaksanakan ketika terjadi kekurangan daya yang besar yang bisa mengganggu sistem kelistrikan mereka.
Tarif di Malaysia juga diregulasi oleh Pemerintah. Bedanya dengan Indonesia, di Malaysia tidak ada pembatasan daya kontrak. Jika di Indonesia tarif berdasarkan daya kontrak dan peruntukannya (Rumah Tangga, Sosial, Publik dan Bisnis) maka di Malaysia tidak ada daya kontrak. Perbedaan tarif untuk Rumah Tangga adalah setiap kenaikan 200 kWH, sebagai contoh untuk pemakaian 200kWh pertama pada Rumah Tangga harganya adalah 21.8 Sen RM/kWh (RM 1 = Rp. 3000) untuk 100kWh berikutnya 33.4 Sen RM/kWh, 100 kWh berikutnya 40.0 Sen RM/kWh, dengan Rekening Minimum bulanan 3 RM, harga itu akan semakin naik jika semakin banyak kWh yang dipakai. Kategori Tarif terdiri atas Tarif Kediaman, Tarif Perdagangan, Tarif Perindustrian, Tarif Perlombongan, Tarif Lampu Jalan Raya, Tarif Lampu Neon dan Lampu Limpah, dan Tarif Pertanian, total ada 16 Kategori tarif. Subsidi diberikan melalui insentif gas, harga gas yang diberikan oleh Petronas kepada pembangkit milik TNB ataupun IPP adalah 3 US$/MMBTU, subsidinya cukup besar jika asumsi harga gas sekitar 10 US$/MMBTU. Tapi tak ada subsidi untuk jenis pembangkit lain. Bedanya kalo di Indonesia subsidi diberikan di harga akhir dimana subsidi adalah Biaya Pokok Produksi ditambah margin yang diberikan kepada PLN dikurangi dengan Pendapatan Penjualan Listrik.
Energy mix di Malasyia adalah Gas 53,2%, Batubara 36,59% Tenaga Air 5.5%, BBM 4,5 %. Pada tahun 2012/2013 Malaysia merencanakan tak lagi menggunakan BBM dan digantikan oleh Batubara. Direncakan pada tahun 2015 persentase gas dan batubara akan sama sebesar 47% dari seluruh energy mix di Malaysia.
Malaysia seperti juga Indonesia mengalami masalah dengan gas, meski tak sampai shortage seperti Indonesia, tapi Petronas Malaysia sebagai supplier gas di Malasysia meminta agar gas dipriorotaskan untuk ekspor karena harganya yang begitu menarik.
Bisa dikatakan, bisnis listrik di Malaysia untuk pangsa pasar domestik hampir jenuh. Dengan rasio elektrifikasi yang mencapai 99% dan jumlah pelanggan yang hanya 10 juta pelanggan memaksa TNB Malaysia berpikir keluar. Saat ini mereka sudah mulai ikut proyek-proyek tender di seluruh dunia untuk memperluas pasar khususnya dalam penjualan kabel dan switchgear. Indonesia sendiri menjadi salah satu pasarnya.
Salam
Baca Juga
Enaknya bisa training dengan berbagai orang dari berbagai negara. Nice post kak
Kak, Apakah PLN tidak mencoba ekspansi massal ke renewable energy (solar panel contohnya) dan memberlakukan feed-in tariff seperti di Jerman.
LikeLike
Tks sudah berkunjung.
Ya, kita juga sedang ekpansi ke Renewable Energy, tapi yang difokuskan sekarang adalah Panas Bumi. Karena sebagaimana kita tahu Indonesia punya cadangan panas bumi terbesar didunia karena dilingkupi oleh cincin api.
lebih lengkapanya di https://taroada.com/2011/10/22/panas-bumi-berkah-cincin-api/
Salam
LikeLike