
Awalnya saya sebenarnya tak terlalu semangat ikut wisuda. Saya berpikir wisuda hanya ajang seremonial saja. Hanya pakai baju toga kemudian setelah itu apa? Saya harus menanggalkan segala kenyamanan jadi mahasiswa, sudah harus mulai cari kerja, dan sudah mulai argonya jadi pengangguran.
Tapi wisuda seseorang justru jadi sangat bermakna bagi orang terdekat dan orang disekelilingnya. Bapak, Ibu dan adik saya hadir mengantar.
Yang tak kalah semangatnya adalah teman-teman di asrama mahasiswa Unhas (biasa disingkat Ramsis Unhas). Teman-teman di Ramsis pasti akan hadir semua pada malam sebelum wisuda dan hari wisuda untuk mengantar ke Auditorium.Baruga Andi Pangerang Pettarani, sebut saja Baruga.
Anak ramsis punya tradisi mengantar wisudawannya ke Baruga. Setiap wisudawan harus ditandu oleh para warga dari Ramsis masuk ke depan panggung di Baruga.
Ditandunya harus sampai masuk ke dalam. Tak boleh turun hanya di pintu masuk. Setiap acara wisuda yang biasanya dua kali setahun selalu saja ada insiden wisudawan ramsis yang ditandu tertahan di pintu masuk oleh Satpam.
Tapi para pengusung akan malu kalau harus menurunkan wisudawan sebelum di dalam. Akhirnya yang biasa di bilang teman ke Satpam, “anaknya Pak Rektor ini mau wisuda.” Tapi setiap tahun selalu saja banyak “anak rektor” yang diwisuda, hehehe.
Malam sebelum acara wisuda, para warga se Rukun Teman (RT) akan mendekorasi tandu. Bahannya sederhana. Diambil dari kursi aset Ramsis yang biasanya sudah dipotong kakinya, ditambah dengan bambu untuk usungan dan kemudian di tempel kertas minyak kayak dekorasi agustusan.
Pada pagi harinya, tandu sudah disiapkan di depan asrama. Hal pertama yang dilakukan oleh warga blok kami adalah menunggu rombongan Ramsis putri lewat. Anak putri juga punya tradisi sendiri, mereka mendekorasi becak dan mengantar wisudawannya beriringan di belakangnga. Dekorasi mereka cantik-cantik. Kadang-kadang pakai musik kayak ngantar pengantin.
Setelah rombongan ramsis putri lewat kami menunggu Baruga ramai dulu baru berangkat. Kami tak boleh berangkat saat sepi, nanti tak ada yang menonton. Shownya jadi kurang terasa.
Rombongan mulai berangkat setelah dirasa ramai. Para pengusung ini biasanya rebutan ingin mengusung para wisudawan. Mereka ingin memberi kesan kepada para wisudawan. Ada yang sampai bela2in meninggalkan tugas koasnya di rumah sakit hanya untuk mengusung wisudawan yang jadi senior atau sahabatnya.
Jarak antara blok kami dengan Baruga Andi Pangerang Pettarani hanya sekitar 200 meter. Tapi keberangkatan mulai dari ramsis sepanjang jalan itu rasanya seumur hidup. Saya terus mengenang masa-masa itu.
Di pintu masuk kami ditahan satpam, tapi seorang senior sabuk hitam sudah mengamankan jalur, dan para pengusung saya berhasil menurunkan saya di depan panggung.
Sahabat2 seasrama menyelamati saya sebelum keluar, ada yang memeluk saya, beberapa orang sebenarnya belum mandi karena air selalu susah di ramsis. Tapi saya sangat terharu dan senang dengan keinginan mereka menjaga tradisi ramsis.
Saat acara wisuda, tali toga saya dipindahkan dan saya diselamati Pak Rektor Prof Rady A Gani (almarhum), seorang rektor murah senyum yang namanya selalu harum di kelompok tani di kebun bapak saya di Wajo.
Pak Rady sambil menyerahkan ijazah berkata “manami rambutmu, akhirnya selesaimako, di”. Dia kemungkinan tak mengenal saya, dan bisa jadi itu kata template yang sering almarhum ucapkan. Tapi senyumnya tulus.
Sepulang dari wisuda saya kembali ke ramsis. Begitu memasuki pekarangan asrama, sebuah lagu mengalun dengan keras dari kamar seorang kawan yang tadi menandu,
” Engkau sarjana muda, lelah mencari kerja, mengandalkan ijazahmu”
Seketika langit ramsis jadi gelap.