STeaM Net
Di akhir masa kuliah saya, senior-senior di Ramsis, Kak Jarre’ Daeng Jarr, kak Sultan Syam, kak Iqbal Mukaddas mendirikan warnet. Warnet kala itu lagi menjamur di Makassar dan juga di Indonesia.

Para senior ini adalah alumni Teknik ’90 yang dulunya punya standplast di atas gedung Teknik Tamalanrea yang dinamakan Steam, senior team (edit steja anak mesin). Dan dari sinilah nama warnet tersebut berasal. Mereka sebenarnya super senior saya di Teknik. Panitia pozma saya yang paling jagoan sekalipun akan tunduk dan tabe’-tabe’ sama senior ini.
Mahasiswa jaman itu senang ke warnet cari bahan kuliah, belajar, baca 17tahundotcom, atau nonton gambar bergerak 18+. Penjaga warnet melakukan semua itu dan juga main MiRC, jenis medsos paling jadul yang pernah ada. MiRC dipakai buat cari jodoh, dan memang banyak yang dapat jodoh dari sana.
Kami di Ramsis diberi kesempatan untuk menjaga warnet di Steam Net. Saya, Andi Makkuradde N, Ukan, Sarjan Moeh, dan masih banyak lagi diberi waktu untuk jaga. Tentu kami dapat gaji dari Kak Jarre setelah jaga.
Lokasi warnet di jalan Oerip Sumiharjo, berdekatan dengam Apotik Maccini Farma dan warung Coto Maros yang enak. Sesekali kalau ke Makassar cobalah.
Pernah suatu malam, sambil jaga saya duduk di depan warnet, di atas motor GL Pronya kak Jarre. Tiba-tiba mendekat tiga pemuda tanggung.
“Ada interne’ di dalang?”
Syaraf saya langsung berdesir, logat dan tekanan suaranya sangat familiar. Saya teringat diri sendiri dan lebih-lebih teringat sahabat saya Ompe’.
“pasti dari Sidra’ ya?” kata saya
“iye, SMK Sidra’ lagi pe es ge”
“Wa cocokmi, sama darita, masukmaki'” kata saya.
**
Di lain waktu, suatu siang warnet sedang ramai. Tiba-tiba seorang mahasiwi yang lagi internetan, kayaknya anak ramsis putri, memanggil yang berjaga dengan suara panik. Anak ramsis putri memang suka teriak 😅😅. Beberapa orang tampak menonjolkan kepala dari balik pembatas karena penasaran. Dia tambah panik.
Saya mendekat, dia menunjukkan gambar laki-laki tanpa busana yang terus menerus muncul. Semakin di klik malah semakin banyak adegan. Dia klik tombol X malah makin banyak gambar tak senonoh yang muncul.
Saya mau ketawa, tapi takut menyinggung. Sementara dari bilik lain, terdengar suara menahan ketawa.
“Bukan saya yang buka” Katanya membela diri. Suaranya memelas, mukanya memerah. tangannya meraih ujung jilbabnya menutupi sebagian wajahnya.
“Sumpah”
“Iye, memang biasa begitu” kata saya
Mungkin dipikirnya saya bilang
“iye memang biasa ndak ada yang mengaku”
Dalam sekejap dia pergi, berusaha menyembunyikan dirinya dari pandangan pengunjung lain .
Padahal memang sebenarnya itu hasil bukaan yang masuk sebelumnya. Buka gambar begitu harus pintar membedakan tombol close sebenarnya dan jebakan. Tapi, itulah resikonya kalau lupa clear cache.
#ceritaramsis
Ahmad Amiruddin