
Kaget, kecewa, senang, sedih, campur baur perasaan itu melingkupi sebagian elit yang diganti, dicopot digeser, diangkat, dimutasi dan disumpah dalam rangka penggantain Menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid IIb. Ada yang menangis terisak-isak karena bersedih meninggalkan anak buahnya di PLN untuk diangkat menjadi Menteri. Ada yang berkaca-kaca melakukan perpisahan dengan anak buahnya karena tak lagi mejadi Menteri. Ada yang sebelum dicopot sudah lebih cepat mengundurkan diri. Ada juga yang diam saja, tapi ada juga yang Protes. Ada yang dikabarkan batal, tapi tetap jadi, eh ada juga yang udah ditelpon gak akan diganti, malah tergusur. Macam-macamlah pokoknya.
Publik juga tak berbeda. Panggung reshuffle yang sejatinya merupakan hak prerogatif Presiden menjadi panggung hiburan dalam minggu-minggu terakhir ini. Akibatnya tak terdengar lagi fenomena Ayu Tingting, kampanye Komodo nampaknya tenggelam oleh eforia pergantian Menteri, tema usulan pembubaran KPK oleh DPR yang ditayangkan dalam Indonesia Lawyer’s Club pun nampaknya tak lagi menarik. Partai juga demikian, ada yang adem-adem saja karena jatahnya tak diganggu gugat, tapi ada juga yang menggugat secara wacana bahwa Presiden melanggar kontrak politik, tapi kemungkinan menarik diri dari Koalisi bukan pilihan yang menguntungkan sehingga gugatan dan gertakan tinggal wacana dan santapan media saja.
Salah satu yang mengagetkan orang adalah penggantian Menteri Kelautan dan Perikanan, sebelumnya dipegang oleh Fadel Muhammad yang digantikan oleh Sharif Cicip Sutarjo, keduanya adalah kader Golkar. Banyak spekulasi berkembang seputar penggantian ini. Apakah penggantian ini keinginan Aburizal Bakrie sang ketua Golkar, ataukah keinginan Presiden sang pemberi mandat. Saya tak tahu apa penyebab sebenarnya, bahkan Fadelpun tak tahu. Mungkin hanya pak SBY dan pak Sudi yang tahu.
Sehari sebelum pencopotan itu, Fadel masih yakin akan tetap menjabat, bahkan kemungkinan akan dipromosikan menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat menggantikan Agung Laksono. Jaminan dari partainyapun tetap ada kalau dia masih akan dikabinet. Namun sore harinya dia mendapat telpon dari pak Sudi Silalahi kalau dirinya akan dicopot.
Selama ini Fadel dianggap cukup berprestasi, dia beberapa kali bersinggungan dengan Menteri Perdagangan terkait dengan kebijakan impor garam yang dianggap merugikan petani garam di tanah air. Perseteruannya dengan Mendag tak selesai hingga keduanya berubah posisi, Fadel tak menjabat apa-apa, sedangakan Mari Elka Pangestu menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi kreatif.
KARMA FADEL
Dalam gonjang-ganjing pemilihan presiden tahun 2009, Fadel Muhammad yang waktu itu masih ketua DPD I Golkar Gorontalo dengan terang-terangan mendukung SBY sebagai presiden, alih-alih memilih JK sang Ketua Umumnya yang mencalonkan diri. Move politik yang dilakukan oleh Fadel dengan jelas sangat menohok JK saat itu. Fadel bahkan pernah bermaksud menggelar Munaslub untuk menurunkan JK dari jabatannya sebagai ketua umum Partai Golkar, siapa dibelakangnya? Pasti orang kuat. Sejarah kemudian membuktikan pilihan Fadel benar, SBY diangkat sebagai Presiden dan diapun mendapatkan jatah kursi menteri ketika kabinet dibentuk. Menelikung sudah biasa dalam politik, dan itulah yang dilakukan Fadel pada saat Pilpres kemarin, jika kemudian angin politik berubah, harusnya dia sudah mengerti memang demikianlah politik mengalir.
Fadel merasa dikhianati dan dizalimi. Sebelumnya Fadel rela meninggalkan jabatannya sebagai Gubernur Gorontalo untuk menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan. Sampai sekarang Fadel masih bertanya-tanya dalam hati kenapa dirinya diganti, introspeksi adalah jalan terbaik. Jika pernah mengkhianati bukan tak mungkin akan dikhianati, apapun alasannya.
Salam
Ahmad Amiruddin