Gondrong adalah Hak Asasi

MAJU GONDRONG !!!

Foto ini diambil tahun 2000, dua tahun setelah saya menjadi mahasiswa baru. Saat saya perlihatkan kepada teman kuliah di Edinburgh, banyak yang tak percaya kalau saya pernah gondrong.

Ada yang bertanya “ini tahun berapa?”. “itu sepuluh tahun lalu” saya bilang sekenanya, diskon 4 tahun dari seharusnya. Mereka masih tak percaya, “saat itu kamu umur berapa?”. “dua puluh tahun” saya bilang, “ha? what? it means that you are 30’s now”

Bukan salah saya kalau dianggap awet muda. Saya sudah survey ke hampir semua teman-teman disini, tebakan tertingginya saya berumur 27 tahun, masih korting 8 tahun dari yang seharusnya. Tapi saya tak mau cerita tentang wajah yang masih menipu ini. Saya mau cerita tentang gondrong.

Saya baca dari Identitas (situs pers mahasiswa Unhas), sebuah fakultas di Unhas melarang mahasiswanya untuk gondrong, alasannya untuk perbaikan citra fakultas, agar alumninya lebih gampang cari kerja. Kalau masih melanggar, ditegur, dan kalau masih melanggar lagi akan di D.O. Tentu banyak mahasiswa yang sedari TK bercita-cita pengen gondrong, kandas dan karam cita-citanya hanya karena aturan absurd ini.

Gondrong tak ada hubungannya dengan cari kerja. Memang ada hubungannya dengan pencitraan, tapi berpikir terbukalah, jaman mahasiswa itu bukan jaman cari kerja. Setelah kuliah mereka para gondrong kucel itu bakal potong rambut juga, menyesuaikan dengan standar dunia kerja. Mereka akan berusaha sekuat mungkin biar diterima kerja, mungkin karena alasan ekonomi atau karena dipepet kawin sama pacar jaman mahasiswanya. So, Pak Dekan yang bikin aturan ini gak perlu khawatir.

Dalam pengalaman saya, melamar, tes, wawancara, ditolak atau diterima, tidak ada pertanyaan “pernahkah kamu gondrong jaman mahasiswa?”. Pertanyaan out of context yang pernah saya dapatkan adalah “kenapa kampusnya sering tawuran?. kenapa bakar kampus? kenapa ndak bakar roti saja biar bisa dimakan?”. Sebagai bekas gondrong, apakah saya mengalami kesulitan mencari kerja? Jawabannya iya, tapi bukan karena gondrongnya, tapi karena harus bersaing dengan Universitas lain, karena harus menghaluskan lidah yang susah sekali berbahasa inggris, karena kurang pengetahuan tentang yang dibutuhkan dunia kerja. Memang saya juga pernah ditolak karena attitude yang kurang serius dalam proses rekruitmen, tapi itu bukan karena saya gondrong, saya sudah potong rambut saat itu, dan rapi kece cepak.

Gondrong memang kadang berasosiasi negative. Di kampung saya di Kadidi-Sidrap-Sulsel, ketika saya pulang kampung, kepala kampung , yang secara garis keturunan masih kakek saya, melarang saya datang kerumahnya selama rambut saya masih panjang. Pernah juga saya bersama Asdhy (sahabat kuliah sesama gondrong), berkunjung ke rumah temannya yang bapaknya Direktur Utama di Semen Tonasa waktu itu, dan selama kami bertamu dijagain dua orang satpan diluar dan diusir sama ibunya teman. Hehehe. Tapi itu kan jaman mahasiswa, tak ada hubungannya dengan dunia kerja.

Ada juga pemuda berambut gondrong yang dicerca media sosial, tapi bukan karena gondrongnya, tapi karena ceramah sambil nginjek kepala tukang sound system.

Saya pikir, biarkanlah mahasiswa itu gondrong, tak ada hubungannya otak dan attitude dengan gondrong. Lebih baik pihak universitas fokus ke hal-hal yang lebih substansial. Seperti junior saya, Cipu, yang pernah kuliah di Australi, agar Universitas untuk membuka akses ke jurnal internasional sebanyak-banyaknya, WC diperbaiki, bahasa inggris dibudayakan, plagiarism diberantas hingga ke akar-akarnya, tak ada lagi istilah mencontek di kelas atau copy paste skripsi.

Kalau tak percaya gondrong itu gak ada hubungannya dengan cari kerja, coba tanyakan kepada teman-teman saya di foto itu. Salah seorang diantaranya bahkan adalah dosen di Jurusan Teknik Elektro, pakar robot dari Unhas.

Bagi adek2, yang mau gondrong, perjuangkan cita-citamu, kalau nggak, kalian tidak akan bisa punya foto sekeren diatas, hehehehe.

 Salam dari Edinburgh

02/03/14

Published by taroada

Engineer | Manunited Fans | Indonesia | Edinburgh

6 thoughts on “Gondrong adalah Hak Asasi

  1. Sekarang pun saya “memanjangkan rambut”, dan syukurnya tidak ada yang pernah bertanya masalah itu. Yang mereka lihat adalah kinerja saya. Hehehehe

    Like

  2. Mantap bang.
    Sy sangat tertarik dengan salam penutupnya.

    Insya Allah sy akn tetap gondrong sampai wisuda.

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

The Daily Post

The Art and Craft of Blogging

WordPress.com News

The latest news on WordPress.com and the WordPress community.

Dwiki Setiyawan's Blog

Pencerah Langit Pikiran

Tofan Fadriansyah

Just another WordPress.com weblog

%d bloggers like this: