Judulnya sekilas mirip pengembaraan Biksu Tong dari dataran China yang melakukan perjalanan mencari kitab suci ke Negeri India. Tapi bukan itu yang akan saya tulis. Ini tentang awal perjalanan saya ke UK. Perjalanan saya memang ke arah barat, ke arah Eropa, melintasi Samudera Hindia, Dataran India dan mendarat di Dubai, setelah itu lanjut lagi menyusuri semenanjung Arab, melewati Turki , melintasi Eropa dan mendarat di Glasgow, Britania Raya dan dilanjutkan perjanan darat ke Edinburgh, ibu kota Skotlandia.
Saya mengawali perjalanan ke Edinburgh di subuh hari yang gelap dari Bekasi pada tanggal 6 September 2013. Pukul tiga dini hari, saya sudah terbangun, barang sudah dipacking oleh Istri dan dokumen sudah masuk di tas ransel dari semalam, kamera DSLR yang masih gres dan tak tahu cara penggunaannya sudah siap, pasangannya tripod plastic murah sudah terpilin bersama pakaian di koper. Timbangan badan di rumah menunjukkan bahwa berat koperku lebih dari 30 kg, sebuah tas pakaian lain juga akan menemani naik ke kabin. Indomie, bumbu pecel, teri kacang, bumbu instan dan beras berbaur dalam koper, mereka terselip dalam rimbunnya pakaian. Setrika dan rice cooker juga ikut berangkat ke Scotland bersama syal Indonesia, syal Manchester United, batik Manchester, batik Cirebon, batik Jogja, batik keris, Sutra Bugis, kaos England, kaos MU Merah, kaos MU biru, sleeping bag, songkok dan lain-lain hingga cukup untuk membuat koper penuh sesak.
Saya diantar Istri, Ponggawa, Mama’ dan Bapak dan Ifal berangkat dari rumah menuju Bandara sekitar Pukul 04.00 pagi dan tiba di bandara sejam kemudian. Pesawat Emirates EK 369 dari Jakarta menuju Dubai sedianya berangkat dari Terminal 2D pada Pukul 07.25. Namun antrian di counter check in Emirates sudah mengular pada Pukul 5 pagi, beberapa orang nampak bersitegang karena ada yang memotong antrean. Pesawatnya adalah jenis Boeing 777-300, pola kursinya 3-4-3. Untuk menemani perjalanan yang lama ini saya hanya nonton, tidur dan nonton. Total perjalanan ke Dubai adalah 7 jam 50 menit, ini adalah perjalanan terjauh tanpa transit yang pernah saya alami. Perjalan an terjauh saya selama ini adalah ke Papua, dan itupun transit di Makassar. Makanan yang disediakan oleh Emirates adalah standar halal, jadi bagi yang Muslim tidak menjadi masalah dengan makanannya.


Sekitar pukul 12 waktu Dubai (waktu dubai 3 jam lebih lambat dibanding Jakarta) pesawat mendarat di Dubai. Suhu luar adalah 42 derajat, panas sekali kayaknya, bahkan air keran untuk berwudhupun hangat.

Setelah meluruskan kaki dan beristrihat sekitar 3 jam, saya mulai merasa teralienasi, tak tampak lagi wajah bertekstur Melayu, hanya ada beberapa wajah India dan China sisanya adalah Kaukasia. Perjalanan ke Glasgow dilanjutkan dengan pesawat Boeing 777-300 yang lain, waktu perjalanannyapun hampir sama. Sebenarnya ada juga penerbangan yang ke Edinburgh, tapi pilihannya terbatas dan karenanya saya pilih ke Glawgow. Di pesawat saya berusaha menonton TV dan menangkap kata perkata yang diucapkan oleh sang actor/aktris, beberapa dapat saya kenali, tapi tak sedikit yang tak ketahuan apa yang dia bilang. Dari sini mulai terbayang nanti seperti apa ngomongnya di Scotland, hehehe.
Pesawat mendarat dengan sempurna di Bandara International Glasgow pada Pukul 19.55 Waktu Glasgow, terdapat perbedaan 6 jam antara Glasgow dan Jakarta. Turun dari pesawat, saya langsung mengikuti aliran orang yang berjalan keluar garbarata, takut kesasar, hehehe. Tak lama kemudian kita tiba di jalur imigrasi, seperti biasa terdapat jalur antrian untuk Warga Negara tempat kita mendarat, dan warga negara lain pada loket foreigner. Saya tak perlu menunggu lama sudah sampai di antrian terdepan, dengan ramah mbak-mbak petugas (P) bertanya kepada saya (S):
P : Halo, apa kabar? Mau kemana?
S : Kabar baik, saya mau ke Edinburgh
P : Mau ngapaian disana?
S : Sekolah di University of Edinburgh
P : Apa bidangnya disana?
S : Sustainable Energy
Saya harus mengulang sampai 3 kali, karena accent dan pronounciation saya yang terbatas
Komputernya nampaknya agak lelet
P : Ada sponsornya? Atau biaya sendiri?
S : O iya, sponsornya ada
P : Oo…You are very lucky, Please wait a moment, I have to check your visa and scholarship in system
Nampaknya sistemnya masih lelet
P : Sorry, we have a problem with the system
S : No problem
P : It’s a problem for us not for you (sambil ketawa)
Are you going to Edinburgh tonight?
S : Yes
P : Tahu caranya ke Edinburgh?
S : Tidak tahu
Sebenarnya saya sudah dikasih tahu sama Bu Ofita, salah seorang mahasiswa S3 di Edinburgh, mengenai jalur transportasi dari Glasgow ke Edinburgh. 🙂
P : Oo gampang, nanti keluar dari sini, ambil bis ke Queen Street Station, dari Queen Street Station ke Waverley Station di Edinburgh
S : Siaapp, bisnya gratis gak mbak?
P : Ya nggaklahhh
S : Oke, makasih banyak mbakk
Saya memang tak sering ke luar negeri dan baru pertama kali ini keluar ASEAN, tapi menurut pengalaman saya yang sedikit, layanan Imigrasi Glasgow sangat bersahabat, dan tentunya berbeda dengan pengalaman buruk saya di Imigrasi Singapur.
Setelah keluar dari jalur imigrasi saya menarik uang rupiah dari mesin ATM di bandara, ratenya sekitar Rp 18.300 per pound, hampir sama dengan rate di tempat penukaran uang di Menteng , dengan ongkos Rp.20.000 sekali penarikan. Begitu keluar dari Bandara, hujan rintik-rintik membasahi Glasgow. Rasanya di luar lebih ber AC dibanding di dalam (hehehe), saya yang tak terbiasa dengan hawa dingin merapatkan jaket hasil belanja di FO Bogor, cukup menghangatkan badan dan menenangkan perasaan yang masih celingak celinguk mencari di manakah gerangan bis yang dimaksud mbak imigrasi tadi. Ternyata tempatnya agak diujung sebelah kiri, dengan dorongan dan sisa-sisa tenaga yang sudah diisi di pesawat saya mendorong koper dan tas menuju halte bus.
Disana sudah ada menunggu bis, ongkosnya £6 , untungnya pak sopir udah saya kasih tahu saya turun di Queen Street, jadi dia nyebut setiap pemberhentian untuk apa, hingga kemudian, dia nyebut, Queen Street, nah ini nih tempat saya turun. Dari Queen Street Station saya naik kereta ke Waverley Edinburgh, ongkosnya £12,5. Tiba di Edinburgh sudah agak malam, sekitar jam 10.30 malam. Saya mencoba naik taksi aja biar gampang dan aman ke rumah ongkosnya £13,5, sebenarnya ada juga bis ke dekat rumah dari Waverley, tapi tahu sendiri, saya orang baru di kampung sini, nanti kesasar malah nyampe Irlandia, hehehe.
Akhirnya saya tiba juga di rumah di kawasan East Kilngate Wynd, dari sini saya akan kembali ke bangku sekolah, sudah 10 tahun saya berpisah dengan kampus, saatnya kembali. Doakan saya ya 🙂
Edinburgh,
14/09/13

BACA JUGA :
– LAURISTON CASTLE, TAK Berubah Sejak 1926
Iri baca ceritanya…. DI kumpulin ceritanya kak, nanti kita bikin antologi bareng saja buat adek adek di kampung 😀
LikeLike
Hehehe, boleh juga, banyak yang bisa dibagi 🙂
LikeLike
Nice post mas. Dapat banyak gambaran tentang edinburgh. Saya juga berencana mau lanjut sekolah ke edinburgh tahun ini, boleh minta emailnya mas, buat nanya2 hehehe
LikeLike
Terima kasih. Email saya : ahmad.amiruddin@gmail.com
LikeLike
Asiiik…
Numpang singgah dan baca2.. Salam dari anak Ternate yg kedampar di Surabaya. Insya Allah September ini menuju Bristol University.
Sudah keterima di Edinburgh Univ jg, tapi memilih Bristol. hehehe..
Seru blognya 🙂
LikeLike
Terima kasih mas
Selamat ya sudah keterima di bristol
Semoga bisa ke edinburgh kalo sudah di UK
Salam
LikeLike
keren tulisannya
LikeLike
Reblogged this on temantour.
LikeLike